Amrl

Breaking

Jumat, 23 November 2018

Penggagum di Balik Layar


Penggagum di Balik Layar

By: Amrl

  
Suasana itu sedikit membawaku untuk mengenang masa lalu, hingga tak sempat ku simpan dalam hati sendiri. Ingin sekali meluapkan dalam air-air yang berada diarus kali, karena hati ini.
“Kak? Haruskah aku menyerah? Rasa-rasnya dia sudah memiliki tujuan yang lain. Diriku sudah dilupakan olehnya. Bahkan untuk meminta maaf saja tak pernah ia jawab, selalu mengelak, menghindariku. Aku sungguh masih ingat dengan janjiku dulu kak, tapi kenapa ia secepat itu untuk menghilangkan semua tentangku?” Keluhan Rama yang begitu serius langsung dijawab oleh Azza.
“Duh lebaynya, udah cukup dek. Semua itu berfase, dia memilih seperti ini karna ada latar belakangnya, ada dasar pemikiran yang telah membuatnya menjadi sekarang ini. Tata hatimu, perbaiki tujuanmu”. Jelas Azza terhadap Rama
“Baiklah jadilah orang positif thingking. Kak zam, pertanyaanku jawab dengan jujur ya?” dengan mendekatkan diri pada Azzam.
“Apa”? singkat Azzam.
“Aku engga jelek-jelek amat kan kak”? sambil meringis kehadapan Azzam.
Dirimu sendiri menilainya bagaimana dek? Tenang dek, 11, 12 dengan kakak kok”. Ejek Azzam dengan menatap tawa Rama.
“Kuliah gimana? Kalau bisa lancarkan kuliah dulu dek, asmaranya dipending dulu. Perbaiki kualitas diri dek”. Perlahan-lahan Azzam mengalihkan topic untuk mengetahui kuliahnya.
“InsyaAllah kak, hehe. Allhamdulillah, aktif dikelas kak walaupun rada susah menyampaikan argumentasi”. Ujur Rama sembari memberesakan buku-buku yang tersebar dihamparan ruang tempat tidur. Dengan melihat jam yang terpasang di tangan Rama.
“Duh kak, udah jam 11:40”. Cetus Rama dengan nada menguap. Langsung disahut oleh Azzam.  “Jawara kok takut”. Ledek Azzam.
“Yaudah tidur sini aja dek Ram, sekalian besok Kakak nebeng ke kampus”. Terang Azzam
Adittya Ramanda adalah salah satu adik tingkat Azzam dimasa SMA hingga masuk kebangku perkuliahan. Saat menjadi mahasiswa baru, Azzam lah yang membantu Rama mencarikan tempat kost, tugas hingga masalah asmara. Semuanya ia lontarkan pada sang Kakak. Rama yang berpostur tinggi, gagah, tampang tak kalah dengan Azzam Al-fatih. Mereka dipertemuka ketika perkenalan UKM Kampus, Azzam yang menjabat sebagai ketua salah satu UKM di Kampus Universitas Lampung. Rama yang terlirik untuk masuk ke UKM tersebut. Hanya berawal kecakapan, ketegasan, kepemimpnan yang terlihat didiri Azzam saat mempromosikan UKM ketika masa OPAK, biasa disebut dengan Orientasi Pengenalan Akademik Kampus.
***
Gesti Yuliasih, gadis yang dimaksud oleh Rama. Ia berparas ayu nan berkepribadian baik, tak kalah dengan intelektualnya yang mampu menggenggam satu mendal emas dalam ajang olimpiade matematika tingkat nasional. Saat itulah nama Gesti mulai tenar. Namun tak kalah dengan prestasi yang diukur oleh Adittya Ramanda. Ia berhasil mempersembahkan mendalinya untuk SMAnya, sejak itulah Rama mulai mencari tentangnya. Rama dan Gesti 1 lokal ketika berada di SMA, hanya saja tidak pernah dipertemukan dalam 1 kelas. Berawal dari les yang diadakan oleh pihak sekolah yang membawaku kenal dengan Gesti, saat tes dalam bidang keminatan. Aku memilih pelajaran matematika karenanya aku mampu dibuatnya gila. Diujung les bakat minat akan dikirimnya salah satu siswa untuk mengikuti ajang Olimpiade tingkat nasional. Ini yang menjadikanku modal untuk masuk di Institut Teknologi Bandung. Namun harapan itu sedetik telah hilang untuk menjadi mahasiswa ITB, aku yang  lalai dalam menginput data. Penyesalan hingga kini masih berbekas.
Seperti kado remaja pada lazimnya, bingkisan kecil yang terlilit lem perekat serta pita. Ini merupakan kenang-kenagan dari Gesti. Di dalamnya yang berisi sebuah surat kecil dan buku, dunia tahu bahwa aku dan dia sama-sama suka. Namun, disaat pengumuman SNMPTN Gesti lulus di PTN ITB. Belum sempat untuk mengungkapkan isi hati, lagi-lagi jarak yang telah membuatku semakin jauh dengannya. Isi pesan surat itu mengenai aku dengannya, hingga buku yang ia berikan padaku berjudulkan “111 Tips Praktis Berfkir Benar”, ku terima dengan senang hati walau hati ini berat untuk merasakan beratnya berpisah dengan orang yang dicintai. (Oooohhhhh lebayyyyyyyyyy uyyyyyyyyyy zamaa SMA)   Walaupun kata ini belum pernah terucap namun sepasang mata dapat mewakilkan hati yang sedang berbicara (eaaaaakkkkk).
***
“Allhamdulillah kuliah 1 semester lagi kelar, kalau ada loka job kabarin kak”.. ujur Rama dengan sopan.
Katanya kepengen lanjut Dek? ga jadi?” Sahut Azzam sambil mereka-reka jawaban.
“Kepengen sih kak, tapi seleksinya ketet banget, temen-temen ane lohh kak, pada ikut semua. Beh pinternya ge ketulungan, dikelas aja ane selalu kalah debat sama dia orang kak.” Garuk-garuk kepala cengar cengir.
“Nah itu! Itu sebagai motivasi buat elunya dek, kalo temen-temen elu pada punya kecerdasat tingkat rata-rata atas, elu harus semangat belajar dan usahanya. Dan kitakan punya Allah, ngapain takut. Kalau secara logika kita kalah saing dengan mereka, jangan takut dek, Allah pun ga pakai rumus matematika kok dalam perwujudannya. Kalo Allah udah kun fayakun, InsyaAllah. Semangat, tunjukkan kalo elu bisa dan mampu, mau ngelamar Gestikan?” Di tinju lembut pipi Rama oleh Azzam sampai berbunyi (dukkkkssssssss…….).
Rama hanya cengar-cengir saat dinasihati Azzam. “Wah abang mah, tiba-tiba bahasanya elu-elu, gua-gua, minder adek bang? Apa kecetit lidahnya?” Balas Rama sambil tertawa keras, sedikit memecah suasana agar tidak tegang.
Rama gajelah, mengalihkan topic pembicaraan”. Disenggollah badan Rama oleh Azzam. “Jadi pada intinya semangat juang dek, jangan pernah berhenti utuk menuntut ilmu. jangan tumbang oleh orang lain, ingat kamu punya kekuatan yaitu Allah SWT. Wajib tahu dek, mimpimu yang tinggi itu hanya titik kecil bagi Allah untuk mewujudkanya. Hanya titik kecil, Allah adalah segala-Nya sumber kekuatan kita semua.”
Tak disangka dibalik gagahnya Raditiyya Ramanda, buih air mata tak mampu ia tahan sehingga menetes dibaju kemeja yang membentuk bulatan-bulatan basah.
“Kak,  ingatka bila aku salah, marah saja bila berbuat nakal. Selalu bimbing kak, aku masih fakir dalam ilmu. Misal kak Azzam sudah disyurga, jangan lupa geret aku, cari aku kak. Bimbing terus kak.” Balas Rama dengan nafas terisak tangis.
“Semoga tetap diistiqomahkan dek, kakak pun manusia ga luput dari salah maka dari itu saling support, mengingatkan, dan melengkapi. Ingat selalu firman-Nya dalam surat Al-Furqan ayat 27-28. Sebab persahabatan yang ada didunia ini akan musnah, kecuali persahabatan yang dinaungi oleh Taqwa.” Dirangkullah Rama dibarengi rasa haru.
***
Waktu beralih cepat, kini tepatnya dibulan Juni tanggal 1 berkisar 2000 rombonngan mahasiswa/i akan melakukan ritual disahkaanya sarjana dan ditandai berakhirnya masa belajar di Universitas tercinta Universitas Lampung. Dibalik rasa bahagia  Rama tesisip rasa sedih karena ibu tercinta tidak dapat hadir dalam pegelaran wisudanya. Ibunya tidak dapat hadir dikarenakan sakit, namun bapak dan adiknya hadir menyaksikan namanya yang dipanggil sebagai sarjana terbaik.
"Wah pangeran, happy Gradulation ya." ucap seorang gadis. Suaranya yang begitu lirih tak begitu terdengar yang semakin membuatku asik dengan suasana yaitu berselfie dengan sahabat seperjuangan. Tanpa menghiraukan gadis nan ayu itu. Aku yang sedang sibuk sendiri.
"Tengok tuh sapa yang dateng, jauh-jauh masa cuman dicuekin." Ditepuklah bahu Rama yang kekar.
"Apa si bang? ngimpi kali kalau dia datang!” ceplos Rama.
Diputarlah kepala Rama dengan paksa. “Ehhhhh apa-apaan kak……..”. Belum selsai ku berbicara mulutku terasa kaku untuk bicara saat melihat seseorang yang berada dibelakang ku ini. Mataku sampai takk berkedip melihatnya.
“Gesti ?” mengawali pembicaraan dengan menebak namanya.
“Jangan sok nggak kenal deh dek Ram”. Melirik sambil membenarkan kerah baju.
“Iya, saya Gesti Yuliasih. Lupa ya?? Oh iya happy gradulation Rama, semoga ilmunya bermanfaat”. Senyum tipis
“heheee…. Makasih­ ya, semoga do`a baiknya kembali ke orang yang mendoakan”. rama yang grogi tingkat akut sampai-sampai keringat menetes di pelipisnya.
Ahaiiii grogi akut niiihhhh”. Cletuk Azzam

………………..BERSAMBUNG………………………………………………………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar